Rabu, 21 November 2012


Zaman Pencerahan (Enlightment)
A. Pendahuluan
Filsafat Modern lahir melaui proses panjang yang berkesinambungan, dimulai dengan munculnya abad Renaissance atau zaman pencerahan. Renaissance dalam berbagai diskusi filsafat tidak pernah hilang dari pembicaraan. Karena memang keberadaannya telah membangun sebuah peradaban baru dunia filsafat. Dalam banyak bidang, renaissance telah menumbuhkan benih-benih kesadaran Eropa yang telah lama terkubur dalam bayang-bayang doktrin gereja.http://jumhur.web.id/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
Lahirnya gerakan ini bermula dari kondisi waktu itu yang tidak memberi kebebasan bagi manusia mengaktualisasikan dirinya seperti berfikir. Galilei Galileo misalnya adalah filsuf yang merasakan betapa kebebasan manusia dibatasi. Hanya karena mengajukan pernyataan yang bertentangan dengan keyakinan gereja, Galilei Galileo meringkuk di penjara seumur hidup.
Zaman pencerahan telah membawa beberapa dampak positif maupun negative. Dengannya manusia mulai dapat mengaktualisasikan akalnya dan percaya akan nilai pribadinya. Namun disisi lain, renaissance telah mengaggungkan manusia melebihi keagungan Tuhannya. Sehingga harus disadari bahwa renaissance telah menyangsikan keberadaan Tuhan dan menganggap bahwa manusialah pusat dunia.
Maka di pembahasan kali ini, penulis ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan zaman pencerahan yang mencakup pengertian, sejarah, maupun menifestasi-manifestasi utama yang ada didalamnya. Juga beberapa perbedaan yang menyatakan perbedaan antara renaissance dan zaman pencerahan atau auflarung.

B. Pengertian pokok
Secara etimologi, renaissance berarti “kelahiran kembali” atau “kebangkitan kembali”. Dalam bahasa Inggris renaissance, dari bahasa perancis re (lagi, kembali) naissance (kelahiran), sedangkan dalam bahasa latin nascentia, nascor, natus (kelahiran, lahir, dilahirkan), kelahiran kembali ini disebut juga dengan zaman pencerahan (Auflarung). Begitu juga pencerahan kembali mengandung arti “munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang selama ini dikunkung oleh gereja). Manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat dunianya (vaber mundi) bukan lagi sebagai obyek dunianya (fitiator mundi).
Sedangkan istilah ini menunjukkan suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orang kembali pada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan estetika. Zaman renesans juga berarti zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berfikir, dalam mengadakan eksplorasi, eksperimen, dalam mengembangkan seni sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa.

C. Sejarah Renaissance
Berkembangnya filsafat abad pertengahan di Eropa yang ditandai dengan munculnya filsafat baru skolastik mengalami krisis pada abad 14 dan berlangsung hingga abad ke-15. Sehingga pada abad ke-16 dan ke-17, Eropa dikuasai oleh suatu gerakan yang disebut renaissance.
Secara hierarki, awal gerakan pembaharuan dibidang kerohanian, kemasyarakatan dan kegerejaan telah diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang merentang pada abad ke-15 dan abad ke-16, istilah gerakan pembaharuan atau yang lebih dikenal dengan nama renaissance ini kemudian muncul kembali setelah Michelet pada tahun 1855 dan Buckhardt pada tahun 1860 menggunakan istilah ini dalam judul karya-karya sejarah tentang perancis dan Italia. Periode ini kemudian dipandang sebagai kelahiran kembali semangat Yunani dan Romawi, dan kebangkitan kembali belajar ilmiah. Gerakan pembaharuan ini dilakukan oleh orang humanis Italia.
Gerakan para humanis Italia ini memiliki tujuan utama untuk merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani, yang dilaksanakan dengan mengaitkan hikmat kuna (klasik) dengan wahyu, dan dengan memberi kepastian kepada gereja bahwa pikiran-pikiran klasik (pemikiran dari sumber-sumber yunani dan romawi) itu tidak bisa binasa. Dengan memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka bermaksud mempersatukan gereja yang telah dipecah-pecah oleh banyak madzhab dan mempertigggi keadaan yang telah diberikan oleh agama Kristen.
Sehingga dari sini, mereka dapat meningkatkan perkembangan yang harmonis dari sifat-sifat dan kecakapan-kecakapan alamiah manusia dengan mengusahakan adanya kepustakaan yang baik dengan mengikuti jejak kebudayaan klasik yang telah mereka pelajari pada abad pertengahan. Pada umumnya mereka tidak menyangkal adanya Kuasa yang Lebih Tinggi. Hanya mereka berpendapat, bahwa hal-hal yang alamiah pada dirinya sendiri telah memiliki nilai cukup untuk dijadikan sasaran pengenalan dan pengusahaan manusia. Baru pada zaman yang lebih kemudian di Jerman timbul orang-orang humanis yang melepaskan segala tujuan yang diarahkan kepada akhirat dan menerima hidup di dalam batas-batas dunia seperti apa adanya.

D. Signifikansi Renaissance
Renaissance sebagai gerakan yang identik dengan gerakan humanisme dan bertitik tolak pada upaya melepaskan manusia dari keterkaitan agama, memiliki manifestasi utama dalam gerakannya, yaitu :
  1. Gerakan Humanisme berusaha tidak hanya untuk menerjemahkan sumber-sumber Yunani dan Romawi, tetapi juga mencari nilai atau gaya hidup manusia yang terkandung di dalamnya.
  2. Penolakan tradisi Aristotelian Abad Pertengahan. Kebangkitan Platonisme, yang sangat bergaung dalam Akademi Florentina merupakan suatu konsekuensi penolakan ini. Selain itu, perhatian kepada mistisisme merebak kembali, termasuk minat kepada Cabala, tulisan hermetik  dan alkimia.
  3. Pemikiran Renaissance juga terbuka pada ilmu-ilmu baru yang mulai terbentuk.
  4. Dalam lapisan agama periode ini ditandai oleh ketidakpuasan dengan kemapanan yang mengarah para reformasi protestan.
Disisi lain, filsafat abad pertengahan memiliki perbedaan yang jelas dibandingkan filsafat renaissance. Yang pertama lebih mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang abstrak dan kepada pengertian-pengertian, hal-hal yang konkrit, yang nampak, terlalu diabaikan. Sedangkan filsafat renaissance lebih tertuju kepada hal-hal yang konkrit seperti kepada alam semesta dan kepada manusia juga kepada kehidupa bermasyarakat serta sejarah. Dapat juga dikatakan bahwa manusia pada saat itu menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri. Dimana pengenalan akan dirinya sendiri terbentuk atas kesadaran manusia akan nilai pribadinya dan akan kekuatan pribadinya itu.
Namun dalam banyak hal, manusia justru mengaggungkan dirinya dan menganggap bahwa akal mempunyai wibawa terhadap kebenaran-kebenaran keagamaan, bahwa kebenaran harus dicapai dengan kekuatan sendiri. Hingga lambat laun filsafat terasing daripada agama yang positif. Filsafat bersifat individualis dan titik tolaknya adalah kebebasan mutlak bagi pemikiran dan penelitian, bebas daripada tiap wibawa dan tradisi -dalam hal ini tradisi kristen- yang mana disebutkan bahwa pengetahuan yang pasti bukan didapat dari pewarisan, melainkan apa yang diperoleh manusia sendiri karena kekuatannya sendiri dengan penelitian dan penemuan-penemuannya.

E. Zaman Pencerahan (Auflarung)
Dalam kesempatan kali ini, penulis sedikit memberikan porsi khusus untuk pembahasan auflarung yang mana hal ini berangkat dari beberapa literatur yang memberikan distorsi khusus antara renaissance dan zaman pencerahan (auflarung, enlighment). Sebenarnya tidak ada dikotomi antara renaissance dan enlighment dalam konteks pemikirannya. Begitupula zaman pencerahan memang memiliki akar yang saling bertautan dengan renaissance sebagai awal kesadaran manusia, apabila periode renaissance dimulai pada abad ke-16 dan ke-17, maka zaman pencerahan dimulai pada abad ke-18. Hanya saja zaman pencerahan lebih dapat berpikir kritis terhadap hal-hal yang dianggap tidak masuk akal.
Manurut Imannuel Kant zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia sendiri. Kesalahan inipun disebabkan karena manusia tidak mau memanfaatkan akalnya. Sedangkan Voltaire menyebutkan bahwa zaman pencerahan adalah ”zaman akal”. Umat manusia telah merasa bebas, merdeka dan tidak lagi memerlukan tiap kuasa yang datang dari luar dirinya.
Point penting yang membedakan abad ke-17 dan abad ke-18 adalah bahwasanya abad ke-17 membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran baru terhadap kenyataan bendawi dan rohani, yaitu kenyataan yang mengenai manusia, dunia dan Tuhan. Sedangkan pada abad ke-18 menganggap dirinya sebagai yang mendapat tugas untuk meneliti secara kritis (sesuai dengan kaidah-kaidah yang diberikan akal) segala yang baik dalam segala bidang.
Disisi lain, dahulu filsafat mewujudkan suatu pemikiran yang menjadi hal istimewa beberapa ahli saja, tetapi pada masa pencerahan umat manusia berhak turut menikmati hasil-hasil pemikiran filsafat dan juga menjadi tugas filsafat untuk membebaskan khalayak ramai dari kuasa gereja dan iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu. Begitupula sikap pencerahan terhadap wahyu pada umumnya dapat dikatakan memusuhi atau setidak-tidaknya mencurigainya. Sikap itu diungkapkan dalam usaha orang untuk mengganti agama kristen dengan agama alamiah murni yang isinya dikembalikan kepada beberapa kebenaran tentang Allah dan jiwa yang dapat dimengerti akal. Sedangkan sikap pencerahan terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat adalah bahwasanya mereka membuang jauh-jauh ajaran Descartes, Keterangannya tentang alam dipandang sebagai tidak mencukupi lagi.

F. Kesimpulan
Zaman pencerahan telah memberikan konstribusi nyata terhadap perkembangan khazanah keilmuan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Bukan hanya itu saja, kehidupan sosial kemasyarakatan pun mengalami kemajuan yang disebabkan adanya penemuan-penemuan baru di dunia pengetahuan. Namun dilihat dari sisi yang lain, zaman pencerahan telah menyebarkan dampak yang sangat negatif yang menghilangkan kepercayaan manusia terhadap eksistensi Tuhan. Dan menuhankan akal manusia sebagai sumber utama kekuatan di dunia.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar