Zaman Pencerahan (Enlightment)
A.
Pendahuluan
Filsafat Modern lahir melaui proses panjang yang
berkesinambungan, dimulai dengan munculnya abad Renaissance atau zaman
pencerahan. Renaissance dalam berbagai diskusi filsafat tidak pernah hilang
dari pembicaraan. Karena memang keberadaannya telah membangun sebuah peradaban
baru dunia filsafat. Dalam banyak bidang, renaissance telah menumbuhkan
benih-benih kesadaran Eropa yang telah lama terkubur dalam bayang-bayang
doktrin gereja.
Lahirnya gerakan ini bermula dari kondisi waktu itu
yang tidak memberi kebebasan bagi manusia mengaktualisasikan dirinya seperti
berfikir. Galilei Galileo misalnya adalah filsuf yang merasakan betapa
kebebasan manusia dibatasi. Hanya karena mengajukan pernyataan yang bertentangan
dengan keyakinan gereja, Galilei Galileo meringkuk di penjara seumur hidup.
Zaman pencerahan telah membawa beberapa dampak positif
maupun negative. Dengannya manusia mulai dapat mengaktualisasikan akalnya dan
percaya akan nilai pribadinya. Namun disisi lain, renaissance telah
mengaggungkan manusia melebihi keagungan Tuhannya. Sehingga harus disadari
bahwa renaissance telah menyangsikan keberadaan Tuhan dan menganggap bahwa
manusialah pusat dunia.
Maka di pembahasan kali ini, penulis ingin
menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan zaman pencerahan yang mencakup
pengertian, sejarah, maupun menifestasi-manifestasi utama yang ada didalamnya.
Juga beberapa perbedaan yang menyatakan perbedaan antara renaissance dan zaman
pencerahan atau auflarung.
B. Pengertian pokok
Secara etimologi, renaissance berarti “kelahiran
kembali” atau “kebangkitan kembali”. Dalam bahasa Inggris
renaissance, dari bahasa perancis re (lagi, kembali) naissance
(kelahiran), sedangkan dalam bahasa latin nascentia, nascor, natus
(kelahiran, lahir, dilahirkan), kelahiran kembali ini disebut juga dengan zaman
pencerahan (Auflarung). Begitu juga pencerahan kembali mengandung arti
“munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang selama ini dikunkung
oleh gereja). Manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat dunianya (vaber
mundi) bukan lagi sebagai obyek dunianya (fitiator mundi).
Sedangkan istilah ini menunjukkan suatu gerakan yang
meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Di
dalam kelahiran kembali itu orang kembali pada sumber-sumber yang murni bagi
pengetahuan dan estetika. Zaman renesans juga berarti zaman yang menekankan
otonomi dan kedaulatan manusia dalam berfikir, dalam mengadakan eksplorasi,
eksperimen, dalam mengembangkan seni sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa.
C. Sejarah Renaissance
Berkembangnya filsafat abad pertengahan di Eropa yang
ditandai dengan munculnya filsafat baru skolastik mengalami krisis pada abad 14
dan berlangsung hingga abad ke-15. Sehingga pada abad ke-16 dan ke-17, Eropa
dikuasai oleh suatu gerakan yang disebut renaissance.
Secara hierarki, awal gerakan pembaharuan dibidang
kerohanian, kemasyarakatan dan kegerejaan telah diterapkan pada periode waktu
di Eropa Barat yang merentang pada abad ke-15 dan abad ke-16, istilah gerakan
pembaharuan atau yang lebih dikenal dengan nama renaissance ini kemudian muncul
kembali setelah Michelet pada tahun 1855 dan Buckhardt pada tahun 1860
menggunakan istilah ini dalam judul karya-karya sejarah tentang perancis dan
Italia. Periode ini kemudian dipandang sebagai kelahiran kembali semangat
Yunani dan Romawi, dan kebangkitan kembali belajar ilmiah. Gerakan pembaharuan
ini dilakukan oleh orang humanis Italia.
Gerakan para humanis Italia ini memiliki tujuan utama
untuk merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani, yang dilaksanakan
dengan mengaitkan hikmat kuna (klasik) dengan wahyu, dan dengan memberi
kepastian kepada gereja bahwa pikiran-pikiran klasik (pemikiran dari
sumber-sumber yunani dan romawi) itu tidak bisa binasa. Dengan memanfaatkan
kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka bermaksud mempersatukan gereja yang
telah dipecah-pecah oleh banyak madzhab dan mempertigggi keadaan yang telah
diberikan oleh agama Kristen.
Sehingga dari sini, mereka dapat meningkatkan perkembangan
yang harmonis dari sifat-sifat dan kecakapan-kecakapan alamiah manusia dengan
mengusahakan adanya kepustakaan yang baik dengan mengikuti jejak kebudayaan
klasik yang telah mereka pelajari pada abad pertengahan. Pada umumnya mereka
tidak menyangkal adanya Kuasa yang Lebih Tinggi. Hanya mereka berpendapat,
bahwa hal-hal yang alamiah pada dirinya sendiri telah memiliki nilai cukup
untuk dijadikan sasaran pengenalan dan pengusahaan manusia. Baru pada zaman
yang lebih kemudian di Jerman timbul orang-orang humanis yang melepaskan segala
tujuan yang diarahkan kepada akhirat dan menerima hidup di dalam batas-batas
dunia seperti apa adanya.
D. Signifikansi Renaissance
Renaissance sebagai gerakan yang identik dengan
gerakan humanisme dan bertitik tolak pada upaya melepaskan manusia dari
keterkaitan agama, memiliki manifestasi utama dalam gerakannya, yaitu :
- Gerakan Humanisme berusaha tidak hanya untuk menerjemahkan sumber-sumber Yunani dan Romawi, tetapi juga mencari nilai atau gaya hidup manusia yang terkandung di dalamnya.
- Penolakan tradisi Aristotelian Abad Pertengahan. Kebangkitan Platonisme, yang sangat bergaung dalam Akademi Florentina merupakan suatu konsekuensi penolakan ini. Selain itu, perhatian kepada mistisisme merebak kembali, termasuk minat kepada Cabala, tulisan hermetik dan alkimia.
- Pemikiran Renaissance juga terbuka pada ilmu-ilmu baru yang mulai terbentuk.
- Dalam lapisan agama periode ini ditandai oleh ketidakpuasan dengan kemapanan yang mengarah para reformasi protestan.
Disisi lain, filsafat abad pertengahan memiliki
perbedaan yang jelas dibandingkan filsafat renaissance. Yang pertama lebih
mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang abstrak dan kepada
pengertian-pengertian, hal-hal yang konkrit, yang nampak, terlalu diabaikan.
Sedangkan filsafat renaissance lebih tertuju kepada hal-hal yang konkrit
seperti kepada alam semesta dan kepada manusia juga kepada kehidupa
bermasyarakat serta sejarah. Dapat juga dikatakan bahwa manusia pada saat itu
menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri. Dimana pengenalan akan
dirinya sendiri terbentuk atas kesadaran manusia akan nilai pribadinya dan akan
kekuatan pribadinya itu.
Namun dalam banyak hal, manusia justru mengaggungkan
dirinya dan menganggap bahwa akal mempunyai wibawa terhadap kebenaran-kebenaran
keagamaan, bahwa kebenaran harus dicapai dengan kekuatan sendiri. Hingga lambat
laun filsafat terasing daripada agama yang positif. Filsafat bersifat
individualis dan titik tolaknya adalah kebebasan mutlak bagi pemikiran dan
penelitian, bebas daripada tiap wibawa dan tradisi -dalam hal ini tradisi
kristen- yang mana disebutkan bahwa pengetahuan yang pasti bukan didapat dari
pewarisan, melainkan apa yang diperoleh manusia sendiri karena kekuatannya
sendiri dengan penelitian dan penemuan-penemuannya.
E. Zaman Pencerahan (Auflarung)
Dalam kesempatan kali ini, penulis sedikit memberikan
porsi khusus untuk pembahasan auflarung yang mana hal ini berangkat dari
beberapa literatur yang memberikan distorsi khusus antara renaissance dan zaman
pencerahan (auflarung, enlighment). Sebenarnya tidak ada dikotomi antara
renaissance dan enlighment dalam konteks pemikirannya. Begitupula zaman
pencerahan memang memiliki akar yang saling bertautan dengan renaissance
sebagai awal kesadaran manusia, apabila periode renaissance dimulai pada abad
ke-16 dan ke-17, maka zaman pencerahan dimulai pada abad ke-18. Hanya saja
zaman pencerahan lebih dapat berpikir kritis terhadap hal-hal yang dianggap
tidak masuk akal.
Manurut Imannuel Kant zaman pencerahan adalah zaman manusia
keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia
sendiri. Kesalahan inipun disebabkan karena manusia tidak mau memanfaatkan
akalnya. Sedangkan Voltaire menyebutkan bahwa zaman pencerahan adalah ”zaman
akal”. Umat manusia telah merasa bebas, merdeka dan tidak lagi memerlukan tiap
kuasa yang datang dari luar dirinya.
Point penting yang membedakan abad ke-17 dan abad
ke-18 adalah bahwasanya abad ke-17 membatasi diri pada usaha memberikan
tafsiran baru terhadap kenyataan bendawi dan rohani, yaitu kenyataan yang
mengenai manusia, dunia dan Tuhan. Sedangkan pada abad ke-18 menganggap dirinya
sebagai yang mendapat tugas untuk meneliti secara kritis (sesuai dengan
kaidah-kaidah yang diberikan akal) segala yang baik dalam segala bidang.
Disisi lain, dahulu filsafat mewujudkan suatu
pemikiran yang menjadi hal istimewa beberapa ahli saja, tetapi pada masa
pencerahan umat manusia berhak turut menikmati hasil-hasil pemikiran filsafat
dan juga menjadi tugas filsafat untuk membebaskan khalayak ramai dari kuasa
gereja dan iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu. Begitupula sikap pencerahan
terhadap wahyu pada umumnya dapat dikatakan memusuhi atau setidak-tidaknya
mencurigainya. Sikap itu diungkapkan dalam usaha orang untuk mengganti agama
kristen dengan agama alamiah murni yang isinya dikembalikan kepada beberapa
kebenaran tentang Allah dan jiwa yang dapat dimengerti akal. Sedangkan sikap
pencerahan terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat adalah bahwasanya mereka
membuang jauh-jauh ajaran Descartes, Keterangannya tentang alam dipandang
sebagai tidak mencukupi lagi.
F. Kesimpulan
Zaman pencerahan telah memberikan konstribusi nyata
terhadap perkembangan khazanah keilmuan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial.
Bukan hanya itu saja, kehidupan sosial kemasyarakatan pun mengalami kemajuan
yang disebabkan adanya penemuan-penemuan baru di dunia pengetahuan. Namun
dilihat dari sisi yang lain, zaman pencerahan telah menyebarkan dampak yang
sangat negatif yang menghilangkan kepercayaan manusia terhadap eksistensi
Tuhan. Dan menuhankan akal manusia sebagai sumber utama kekuatan di dunia.